PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF
ASI Eksklusif sangat banyak manfaatnya dapat dilihat. Namun masih banyak yang belum memberikan perhatian yang serius terhadap manfaat tsb. Iklan yang menawarkan SUSU FORMULA dan ironisnya banyak pula tenaga kesehatan yang juga tidak memperhatikan tersebut bahkan malah mendorong penggunaan susu formula baik secara langsung menawarka ataupun memisahkan perawatan ibu dan anak. Sampai sekarangpun hal tersebut masih menjadi isu terkini. Hakekatnya penurunan AKB yang masih tinggi juga dapat diturunkan dengan ASI Eksklusif dimana akan semakin bayak bayi yang sehat dan otomatis akan mengurangi kejadian kesakitan dan menurunkan AKB.
Namun, sekarang para ibu yang ingin memberikan ASI eksklusif kepada anaknya bisa lebih tenang dan nyaman karena pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 tahun 2012 mengenai Pemberian ASI Eksklusif pada 1 Maret 2012.
PP itu menjamin pemenuhan hak bayi dan perlindungan ibu menyusui serta meningkatkan peran keluarga, masyarakat, dan pemerintah dalam pemberian ASI eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan. Tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan wajib melakukan inisiasi menyusui dini, menempatkan ibu dan bayi dalam satu ruang rawat. Selain itu, ada juga keharusan penyediaan ruang menyusui di tempat kerja dan fasilitas umum serta pembatasan promosi susu formula.
PP itu menjamin pemenuhan hak bayi dan perlindungan ibu menyusui serta meningkatkan peran keluarga, masyarakat, dan pemerintah dalam pemberian ASI eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan. Tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan wajib melakukan inisiasi menyusui dini, menempatkan ibu dan bayi dalam satu ruang rawat. Selain itu, ada juga keharusan penyediaan ruang menyusui di tempat kerja dan fasilitas umum serta pembatasan promosi susu formula.
Adapun isi dari PP tersebut sebagai berikut.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 33 TAHUN 2012
TENTANG
PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
NOMOR 33 TAHUN 2012
TENTANG
PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 129 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 129 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF.
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu.
2. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada Bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain.
3. Bayi adalah anak dari baru lahir sampai berusia 12 (dua belas) bulan.
4. Keluarga adalah suami, anak, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas dan ke bawah sampai dengan derajat ketiga.
5. Susu Formula Bayi adalah susu yang secara khusus diformulasikan sebagai pengganti ASI untuk Bayi sampai berusia 6 (enam) bulan.
6. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
7. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
8. Tempat Kerja adalah ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
9. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
10. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsurpenyelenggara pemerintahan daerah.
11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
2. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada Bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain.
3. Bayi adalah anak dari baru lahir sampai berusia 12 (dua belas) bulan.
4. Keluarga adalah suami, anak, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas dan ke bawah sampai dengan derajat ketiga.
5. Susu Formula Bayi adalah susu yang secara khusus diformulasikan sebagai pengganti ASI untuk Bayi sampai berusia 6 (enam) bulan.
6. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
7. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
8. Tempat Kerja adalah ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
9. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
10. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsurpenyelenggara pemerintahan daerah.
11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal 2
Pengaturan pemberian ASI Eksklusif bertujuan untuk:
a. menjamin pemenuhan hak Bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya;
b. memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya; dan
c. meningkatkan peran dan dukungan Keluarga, masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif
a. menjamin pemenuhan hak Bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya;
b. memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya; dan
c. meningkatkan peran dan dukungan Keluarga, masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif
BAB II
TANGGUNG JAWAB
TANGGUNG JAWAB
Bagian Kesatu
Tanggung Jawab Pemerintah
Tanggung Jawab Pemerintah
Pasal 3
Tanggung jawab Pemerintah dalam program pemberian ASI Eksklusif meliputi:
a. menetapkan kebijakan nasional terkait program pemberian ASI Eksklusif;
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI Eksklusif;
c. memberikan pelatihan mengenai program pemberian ASI Eksklusif dan penyediaan tenaga konselormenyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum lainnya;
d. mengintegrasikan materi mengenai ASI Eksklusif pada kurikulum pendidikan formal dan nonformal bagi Tenaga Kesehatan;
e. membina, mengawasi, serta mengevaluasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI Eksklusifdi Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dankegiatan di masyarakat;
f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan ASI Eksklusif;
g. mengembangkan kerja sama mengenai program ASI Eksklusif dengan pihak lain di dalam dan/atau luar negeri; dan
h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas penyelenggaraan program pemberian ASI Eksklusif.
a. menetapkan kebijakan nasional terkait program pemberian ASI Eksklusif;
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI Eksklusif;
c. memberikan pelatihan mengenai program pemberian ASI Eksklusif dan penyediaan tenaga konselormenyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum lainnya;
d. mengintegrasikan materi mengenai ASI Eksklusif pada kurikulum pendidikan formal dan nonformal bagi Tenaga Kesehatan;
e. membina, mengawasi, serta mengevaluasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI Eksklusifdi Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dankegiatan di masyarakat;
f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan ASI Eksklusif;
g. mengembangkan kerja sama mengenai program ASI Eksklusif dengan pihak lain di dalam dan/atau luar negeri; dan
h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas penyelenggaraan program pemberian ASI Eksklusif.
Bagian Kedua
Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Provinsi
Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Provinsi
Pasal 4
Tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dalam program pemberian ASI Eksklusif meliputi:
a. melaksanakan kebijakan nasional dalam rangka program pemberian ASI Eksklusif;
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI Eksklusif dalam skala provinsi;
c. memberikan pelatihan teknis konseling menyusui dalam skala provinsi;
d. menyediakan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum lainnya dalam skala provinsi;
e. membina, monitoring, mengevaluasi, dan mengawasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberianASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat dalam skala provinsi;
f. menyelenggarakan, memanfaatkan, dan memantau penelitian dan pengembangan program pemberianASI Eksklusif yang mendukung perumusan kebijakan provinsi;
g. mengembangkan kerja sama dengan pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas penyelenggaraan pemberian ASI Eksklusif dalam skala provinsi.
a. melaksanakan kebijakan nasional dalam rangka program pemberian ASI Eksklusif;
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI Eksklusif dalam skala provinsi;
c. memberikan pelatihan teknis konseling menyusui dalam skala provinsi;
d. menyediakan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum lainnya dalam skala provinsi;
e. membina, monitoring, mengevaluasi, dan mengawasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberianASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat dalam skala provinsi;
f. menyelenggarakan, memanfaatkan, dan memantau penelitian dan pengembangan program pemberianASI Eksklusif yang mendukung perumusan kebijakan provinsi;
g. mengembangkan kerja sama dengan pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas penyelenggaraan pemberian ASI Eksklusif dalam skala provinsi.
Bagian Ketiga
Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
Pasal 5
Tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota dalam program pemberian ASI Eksklusif meliputi:
a. melaksanakan kebijakan nasional dalam rangka program pemberian ASI Eksklusif;
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI Eksklusif dalam skala kabupaten/kota;
c. memberikan pelatihan teknis konseling menyusui dalam skala kabupaten/kota;
d. menyediakan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum lainnya dalam skala kabupaten/kota;
e. membina, monitoring, mengevaluasi, dan mengawasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat dalam skala kabupaten/kota;
f. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan program pemberian ASI Eksklusif yang mendukung perumusan kebijakan kabupaten/kota;
g. mengembangkan kerja sama dengan pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas penyelenggaraan pemberian ASI Eksklusif dalam skala kabupaten/kota.
a. melaksanakan kebijakan nasional dalam rangka program pemberian ASI Eksklusif;
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI Eksklusif dalam skala kabupaten/kota;
c. memberikan pelatihan teknis konseling menyusui dalam skala kabupaten/kota;
d. menyediakan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat sarana umum lainnya dalam skala kabupaten/kota;
e. membina, monitoring, mengevaluasi, dan mengawasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat dalam skala kabupaten/kota;
f. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan program pemberian ASI Eksklusif yang mendukung perumusan kebijakan kabupaten/kota;
g. mengembangkan kerja sama dengan pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas penyelenggaraan pemberian ASI Eksklusif dalam skala kabupaten/kota.
BAB III
AIR SUSU IBU EKSKLUSIF
AIR SUSU IBU EKSKLUSIF
Bagian Kesatu
Umum
Umum
Pasal 6
Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi yang dilahirkannya.
Pasal 7
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tidak berlaku dalam hal terdapat:
a. indikasi medis:
b. ibu tidak ada; atau
c. ibu terpisah dari Bayi.
a. indikasi medis:
b. ibu tidak ada; atau
c. ibu terpisah dari Bayi.
Pasal 8
(1) Penentuan indikasi medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dilakukan oleh dokter.
(2) Dokter dalam menentukan indikasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.
(3) Dalam hal di daerah tertentu tidak terdapat dokter, penentuan ada atau tidaknya indikasi medis dapat dilakukan oleh bidan atau perawat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dokter dalam menentukan indikasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.
(3) Dalam hal di daerah tertentu tidak terdapat dokter, penentuan ada atau tidaknya indikasi medis dapat dilakukan oleh bidan atau perawat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Inisiasi Menyusu Dini
Inisiasi Menyusu Dini
Pasal 9
(1) Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib melakukan inisiasi menyusu dini terhadap Bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama 1 (satu) jam.
(2) Inisiasi menyusu dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara meletakkan Bayi secara tengkurap di dada atau perut ibu sehingga kulit Bayi melekat pada kulit ibu.
(2) Inisiasi menyusu dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara meletakkan Bayi secara tengkurap di dada atau perut ibu sehingga kulit Bayi melekat pada kulit ibu.
Pasal 10
(1) Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib menempatkan ibu dan Bayi dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung kecuali atas indikasi medis yang ditetapkan oleh dokter.
(2) Penempatan dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk memudahkan ibu setiap saat memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi.
(2) Penempatan dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk memudahkan ibu setiap saat memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi.
Bagian Ketiga
Pendonor Air Susu Ibu
Pendonor Air Susu Ibu
Pasal 11
(1) Dalam hal ibu kandung tidak dapat memberikan ASI Eksklusif bagi bayinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, pemberian ASI Eksklusif dapat dilakukan oleh pendonor ASI.
(2) Pemberian ASI Eksklusif oleh pendonor ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan persyaratan:
a. permintaan ibu kandung atau Keluarga Bayi yang bersangkutan;
b. identitas, agama, dan alamat pendonor ASI diketahui dengan jelas oleh ibu atau Keluarga dari Bayi penerima ASI;
c. persetujuan pendonor ASI setelah mengetahui identitas Bayi yang diberi ASI;
d. pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak mempunyai indikasi medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7; dan
e. ASI tidak diperjualbelikan.
(3) Pemberian ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dilaksanakan berdasarkan norma agama dan mempertimbangkan aspek sosial budaya, mutu, dan keamanan ASI.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ASI Eksklusif dari pendonor ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
(2) Pemberian ASI Eksklusif oleh pendonor ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan persyaratan:
a. permintaan ibu kandung atau Keluarga Bayi yang bersangkutan;
b. identitas, agama, dan alamat pendonor ASI diketahui dengan jelas oleh ibu atau Keluarga dari Bayi penerima ASI;
c. persetujuan pendonor ASI setelah mengetahui identitas Bayi yang diberi ASI;
d. pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak mempunyai indikasi medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7; dan
e. ASI tidak diperjualbelikan.
(3) Pemberian ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dilaksanakan berdasarkan norma agama dan mempertimbangkan aspek sosial budaya, mutu, dan keamanan ASI.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ASI Eksklusif dari pendonor ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 12
(1) Setiap ibu yang melahirkan Bayi harus menolak pemberian Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya.
(2) Dalam hal ibu yang melahirkan Bayi meninggal dunia atau oleh sebab lain sehingga tidak dapat melakukan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penolakan dapat dilakukan oleh Keluarga.
(2) Dalam hal ibu yang melahirkan Bayi meninggal dunia atau oleh sebab lain sehingga tidak dapat melakukan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penolakan dapat dilakukan oleh Keluarga.
Bagian Keempat
Informasi dan Edukasi
Informasi dan Edukasi
Pasal 13
(1) Untuk mencapai pemanfaatan pemberian ASI Eksklusif secara optimal, Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memberikan informasi dan edukasi ASI Eksklusif kepada ibu dan/atau anggota Keluarga dari Bayi yang bersangkutan sejak pemeriksaan kehamilan sampai dengan periode pemberian ASI Eksklusif selesai.
(2) Informasi dan edukasi ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mengenai:
a. keuntungan dan keunggulan pemberian ASI;
b. gizi ibu, persiapan dan mempertahankan menyusui;
c. akibat negatif dari pemberian makanan botol secara parsial terhadap pemberian ASI; dan
d. kesulitan untuk mengubah keputusan untuk tidak memberikan ASI.
(3) Pemberian informasi dan edukasi ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan melalui penyuluhan, konseling dan pendampingan.
(4) Pemberian informasi dan edukasi ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh tenaga terlatih.
(2) Informasi dan edukasi ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mengenai:
a. keuntungan dan keunggulan pemberian ASI;
b. gizi ibu, persiapan dan mempertahankan menyusui;
c. akibat negatif dari pemberian makanan botol secara parsial terhadap pemberian ASI; dan
d. kesulitan untuk mengubah keputusan untuk tidak memberikan ASI.
(3) Pemberian informasi dan edukasi ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan melalui penyuluhan, konseling dan pendampingan.
(4) Pemberian informasi dan edukasi ASI Eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh tenaga terlatih.
Bagian Kelima
Sanksi Administratif
Sanksi Administratif
Pasal 14
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), atau Pasal 13 ayat (1) dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan/atau
c. pencabutan izin.
(2) Setiap penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), atau Pasal 13 ayat (1) dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:
a. teguran lisan; dan/atau
b. teguran tertulis.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan/atau
c. pencabutan izin.
(2) Setiap penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), atau Pasal 13 ayat (1) dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:
a. teguran lisan; dan/atau
b. teguran tertulis.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB IV
PENGGUNAAN SUSU FORMULA BAYI DAN PRODUK BAYI LAINNYA
PENGGUNAAN SUSU FORMULA BAYI DAN PRODUK BAYI LAINNYA
Pasal 15
Dalam hal pemberian ASI Eksklusif tidak dimungkinkan berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bayi dapat diberikan Susu Formula Bayi.
Pasal 16
Dalam memberikan Susu Formula Bayi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Tenaga Kesehatan harus memberikan peragaan dan penjelasan atas penggunaan dan penyajian Susu Formula Bayi kepada ibu dan/atau Keluarga yang memerlukan Susu Formula Bayi.
Pasal 17
(1) Setiap Tenaga Kesehatan dilarang memberikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif kecuali dalam hal diperuntukkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(2) Setiap Tenaga Kesehatan dilarang menerima dan/atau mempromosikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif.
(2) Setiap Tenaga Kesehatan dilarang menerima dan/atau mempromosikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif.
Pasal 18
(1) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang memberikan Susu Formula Bayi dan/atau produkbayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif kepada ibu Bayi dan/atau keluarganya, kecuali dalam hal diperuntukkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(2) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang menerima dan/atau mempromosikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif.
(3) Dalam hal terjadi bencana atau darurat, penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat menerima bantuan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya untuk tujuan kemanusiaan setelah mendapat persetujuan dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.
(4) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang menyediakan pelayanan di bidang kesehatan atas biaya yang disediakan oleh produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya.
(2) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang menerima dan/atau mempromosikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif.
(3) Dalam hal terjadi bencana atau darurat, penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat menerima bantuan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya untuk tujuan kemanusiaan setelah mendapat persetujuan dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.
(4) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang menyediakan pelayanan di bidang kesehatan atas biaya yang disediakan oleh produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya.
Pasal 19
Produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya dilarang melakukan kegiatan yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif berupa:
a. pemberian contoh produk Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya secara cuma-cuma atau bentuk apapun kepada penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Tenaga Kesehatan, ibu hamil,atau ibu yang baru melahirkan;
b. penawaran atau penjualan langsung Susu Formula Bayi ke rumah-rumah;
c. pemberian potongan harga atau tambahan atau sesuatu dalam bentuk apapun atas pembelian Susu Formula Bayi sebagai daya tarik dari penjual;
d. penggunaan Tenaga Kesehatan untuk memberikan informasi tentang Susu Formula Bayi kepada masyarakat; dan/atau
e. pengiklanan Susu Formula Bayi yang dimuat dalam media massa, baik cetak maupun elektronik, dan media luar ruang.
a. pemberian contoh produk Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya secara cuma-cuma atau bentuk apapun kepada penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Tenaga Kesehatan, ibu hamil,atau ibu yang baru melahirkan;
b. penawaran atau penjualan langsung Susu Formula Bayi ke rumah-rumah;
c. pemberian potongan harga atau tambahan atau sesuatu dalam bentuk apapun atas pembelian Susu Formula Bayi sebagai daya tarik dari penjual;
d. penggunaan Tenaga Kesehatan untuk memberikan informasi tentang Susu Formula Bayi kepada masyarakat; dan/atau
e. pengiklanan Susu Formula Bayi yang dimuat dalam media massa, baik cetak maupun elektronik, dan media luar ruang.
Pasal 20
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e dikecualikan jika dilakukan pada media cetak khusus tentang kesehatan.
(2) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan:
a. mendapat persetujuan Menteri; dan
b. memuat keterangan bahwa Susu Formula Bayi bukan sebagai pengganti ASI.
(2) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan:
a. mendapat persetujuan Menteri; dan
b. memuat keterangan bahwa Susu Formula Bayi bukan sebagai pengganti ASI.
Pasal 21
(1) Setiap Tenaga Kesehatan, penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, penyelenggara satuanpendidikan kesehatan, organisasi profesi di bidang kesehatan dan termasuk keluarganya dilarang menerima hadiah dan/atau bantuan dari produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
(2) Bantuan dari produsen atau distributor Susu Formula Bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterima hanya untuk tujuan membiayai kegiatan pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis.
(2) Bantuan dari produsen atau distributor Susu Formula Bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterima hanya untuk tujuan membiayai kegiatan pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis.
Pasal 22
Pemberian bantuan untuk biaya pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/ataukegiatan lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dapat dilakukan dengan ketentuan:
a. secara terbuka;
b. tidak bersifat mengikat;
c. hanya melalui Fasilitas Pelayanan Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan kesehatan, dan/atau organisasi profesi di bidang kesehatan; dan
d. tidak menampilkan logo dan nama produk Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya pada saat dan selama kegiatan berlangsung yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif.
a. secara terbuka;
b. tidak bersifat mengikat;
c. hanya melalui Fasilitas Pelayanan Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan kesehatan, dan/atau organisasi profesi di bidang kesehatan; dan
d. tidak menampilkan logo dan nama produk Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya pada saat dan selama kegiatan berlangsung yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif.
Pasal 23
(1) Tenaga Kesehatan yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan tertulis kepada atasannya bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
(2) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan tertulis kepada Menteri bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
(3) Penyelenggara satuan pendidikan kesehatan yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan tertulis kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
(4) Pengurus organisasi profesi di bidang kesehatan yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan tertulis kepada Menteri bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
(2) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan tertulis kepada Menteri bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
(3) Penyelenggara satuan pendidikan kesehatan yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan tertulis kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
(4) Pengurus organisasi profesi di bidang kesehatan yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan tertulis kepada Menteri bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
Pasal 24
Dalam hal Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menerima bantuan biaya pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis maka penggunaannya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 25
(1) Setiap produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya dilarang memberikan hadiah dan/atau bantuan kepada Tenaga Kesehatan, penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan kesehatan, dan organisasi profesi di bidang kesehatan termasuk keluarganya yang dapat menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif, kecuali diberikan untuk tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2).
(2) Setiap produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang melakukan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan laporan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. nama penerima dan pemberi bantuan;
b. tujuan diberikan bantuan;
c. jumlah dan jenis bantuan; dan
d. jangka waktu pemberian bantuan.
(2) Setiap produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang melakukan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan laporan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. nama penerima dan pemberi bantuan;
b. tujuan diberikan bantuan;
c. jumlah dan jenis bantuan; dan
d. jangka waktu pemberian bantuan.
Pasal 26
(1) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan kesehatan, dan/atau organisasi profesi di bidang kesehatan yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c wajib memberikan laporan kepada Menteri, menteri terkait, atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. nama pemberi dan penerima bantuan;
b. tujuan diberikan bantuan;
c. jumlah dan jenis bantuan; dan
d. jangka waktu pemberian bantuan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. nama pemberi dan penerima bantuan;
b. tujuan diberikan bantuan;
c. jumlah dan jenis bantuan; dan
d. jangka waktu pemberian bantuan.
Pasal 27
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 disampaikan kepada Menteri, menteri terkait, atau pejabat yang ditunjuk paling singkat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan bantuan.
Pasal 28
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan Susu Formula Bayi dan produk bayi lainnya diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 29
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, Pasal 21 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (1), dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan/atau
c. pencabutan izin.
(2) Setiap penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan, pengurus organisasi profesi di bidang kesehatan serta produsen dan distributor Susu Formula Bayi dan/atau produkbayi lainnya yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 19, Pasal 21 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 26 ayat (1) dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:
a. teguran lisan; dan/atau
b. teguran tertulis.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri.
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan/atau
c. pencabutan izin.
(2) Setiap penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan, pengurus organisasi profesi di bidang kesehatan serta produsen dan distributor Susu Formula Bayi dan/atau produkbayi lainnya yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 19, Pasal 21 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 26 ayat (1) dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa:
a. teguran lisan; dan/atau
b. teguran tertulis.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB V
TEMPAT KERJA DAN TEMPAT SARANA UMUM
TEMPAT KERJA DAN TEMPAT SARANA UMUM
Pasal 30
(1) Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus mendukung program ASI Eksklusif.
(2) Ketentuan mengenai dukungan program ASI Eksklusif di Tempat Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perusahaan antara pengusaha dan pekerja/buruh, atau melalui perjanjian kerja bersama antara serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha.
(3) Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan fasilitas khusus menyusui dan/atau memerah ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
(2) Ketentuan mengenai dukungan program ASI Eksklusif di Tempat Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perusahaan antara pengusaha dan pekerja/buruh, atau melalui perjanjian kerja bersama antara serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha.
(3) Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan fasilitas khusus menyusui dan/atau memerah ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 31
Tempat Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 terdiri atas:
a. perusahaan; dan
b. perkantoran milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta.
a. perusahaan; dan
b. perkantoran milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta.
Pasal 32
Tempat sarana umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 terdiri atas:
a. Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
b. hotel dan penginapan;
c. tempat rekreasi;
d. terminal angkutan darat;
e. stasiun kereta api;
f. bandar udara;
g. pelabuhan laut;
h. pusat-pusat perbelanjaan;
i. gedung olahraga;
j. lokasi penampungan pengungsi; dan
k. tempat sarana umum lainnya.
a. Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
b. hotel dan penginapan;
c. tempat rekreasi;
d. terminal angkutan darat;
e. stasiun kereta api;
f. bandar udara;
g. pelabuhan laut;
h. pusat-pusat perbelanjaan;
i. gedung olahraga;
j. lokasi penampungan pengungsi; dan
k. tempat sarana umum lainnya.
Pasal 33
Penyelenggara tempat sarana umum berupa Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif dengan berpedoman pada 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui sebagai berikut:
a. membuat kebijakan tertulis tentang menyusui dan dikomunikasikan kepada semua staf pelayanan kesehatan;
b. melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan menerapkan kebijakan menyusui tersebut;
c. menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan manajemen menyusui;
d. membantu ibu menyusui dini dalam waktu 60 (enam puluh) menit pertama persalinan;
e. membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayinya;
f. memberikan ASI saja kepada Bayi baru lahir kecuali ada indikasi medis;
g. menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu 24 (dua puluh empat) jam;
h. menganjurkan menyusui sesuai permintaan Bayi;
i. tidak memberi dot kepada Bayi; dan
j. mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk ibu kepada kelompok tersebut setelah keluar dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
a. membuat kebijakan tertulis tentang menyusui dan dikomunikasikan kepada semua staf pelayanan kesehatan;
b. melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan menerapkan kebijakan menyusui tersebut;
c. menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan manajemen menyusui;
d. membantu ibu menyusui dini dalam waktu 60 (enam puluh) menit pertama persalinan;
e. membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayinya;
f. memberikan ASI saja kepada Bayi baru lahir kecuali ada indikasi medis;
g. menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu 24 (dua puluh empat) jam;
h. menganjurkan menyusui sesuai permintaan Bayi;
i. tidak memberi dot kepada Bayi; dan
j. mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk ibu kepada kelompok tersebut setelah keluar dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Pasal 34
Pengurus Tempat Kerja wajib memberikan kesempatan kepada ibu yang bekerja untuk memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi atau memerah ASI selama waktu kerja di Tempat Kerja.
Pasal 35
Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara tempat sarana umum wajib membuat peraturan internal yang mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
Pasal 36
Setiap pengurus Tempat Kerja dan/atau penyelenggara tempat sarana umum yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (3), atau Pasal 34, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 37
(1) Masyarakat harus mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif baik secara perorangan,kelompok, maupun organisasi.
(2) Dukungan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui :
a. pemberian sumbangan pemikiran terkait dengan penentuan kebijakan dan/atau pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif;
b. penyebarluasan informasi kepada masyarakat luas terkait dengan pemberian ASI Eksklusif;
c. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif; dan/atau
d. penyediaan waktu dan tempat bagi ibu dalam pemberian ASI Eksklusif.
(3) Dukungan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dukungan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui :
a. pemberian sumbangan pemikiran terkait dengan penentuan kebijakan dan/atau pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif;
b. penyebarluasan informasi kepada masyarakat luas terkait dengan pemberian ASI Eksklusif;
c. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif; dan/atau
d. penyediaan waktu dan tempat bagi ibu dalam pemberian ASI Eksklusif.
(3) Dukungan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
PENDANAAN
PENDANAAN
Pasal 38
Pendanaan program pemberian ASI Eksklusif dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan BelanjaNegara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 39
(1) Menteri, menteri terkait, kepala lembaga pemerintah non kementerian, gubernur, dan bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program pemberian ASI Eksklusif sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk:
a. meningkatkan peran sumber daya manusia di bidang kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan satuan pendidikan kesehatan dalam mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif;
b. meningkatkan peran dan dukungan Keluarga dan masyarakat untuk keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif; dan
c. meningkatkan peran dan dukungan pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara sarana umum untuk keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. advokasi dan sosialisasi peningkatan pemberian ASI Eksklusif;
b. pelatihan dan peningkatan kualitas Tenaga Kesehatan dan tenaga terlatih; dan/atau
c. monitoring dan evaluasi.
(4) Menteri, menteri terkait, kepala lembaga pemerintah non kementerian, gubernur, dan bupati/walikota dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengikutsertakan masyarakat.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk:
a. meningkatkan peran sumber daya manusia di bidang kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan satuan pendidikan kesehatan dalam mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif;
b. meningkatkan peran dan dukungan Keluarga dan masyarakat untuk keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif; dan
c. meningkatkan peran dan dukungan pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara sarana umum untuk keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. advokasi dan sosialisasi peningkatan pemberian ASI Eksklusif;
b. pelatihan dan peningkatan kualitas Tenaga Kesehatan dan tenaga terlatih; dan/atau
c. monitoring dan evaluasi.
(4) Menteri, menteri terkait, kepala lembaga pemerintah non kementerian, gubernur, dan bupati/walikota dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengikutsertakan masyarakat.
Pasal 40
(1) Pengawasan terhadap produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang melakukan kegiatan pengiklanan Susu Formula Bayi yang dimuat dalam media massa, baik cetak maupun elektronik, dan media luar ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e dilaksanakan oleh badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan terhadap produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan kepala badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan terhadap produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan kepala badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 41
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Pengurus Tempat Kerja dan/atau penyelenggara tempat sarana umum, wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lama 1 (satu) tahun.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua ketentuan yang mengatur tentang pemberian ASI Eksklusif dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 43
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Maret 2012
pada tanggal 1 Maret 2012
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Maret 2012
pada tanggal 1 Maret 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 58
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu Setiawan
0 komentar:
Post a Comment